Di tengah arus kebangkitan agama Islam saat ini, tidak berarti tidak terdapat masalah internal. Di mana saat ini kita justru kerap melihat sesama aktifis Islam saling serang hanya karena perselisihan pemahaman fiqih saja, termasuk masalah Isbal.
Apa itu Isbal?
Isbal adalah menjulurkan atau melabuhkan pakaian sampai melebihi mata kaki. Isbal bagi laki-laki dilarang dalam agama Islam sebagaimana telah dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW. Dari segi bahasa, isbal adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, bermakna “irkhaa-an” yang artinya menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan.
Sementara Isbal menurut agama Islam sebagaimana yang diungkapkan Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah, isbal artinya memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik itu karena sombong ataupun tidak.
Sikap keras biasanya dilancarkan oleh pihak yang memahami bahwa Isbal itu haram meski tanpa ada rasa sombong. Sementara itu pihak yang diserang pun pastinya memberikan pembelaan dengan beragam hujjah yang mereka miliki.
Seharusnyan memang hal ini tidak boleh terjadi, tidak boleh ada sikap keras dalam masalah isbal ini. Tetapi seharusnya masing-masing dari kedua belah pihak tahu akan adanya perselisihan yang masyhur ini sejak zaman dahulu.
Lantas, apa sebenarnya yang mereka perselisihkan sekarang ini? Perselisihan tersebut merupakan suatu perselisihan yang sudah didebatkan oleh para ulama dimasa lalu.
Hal ini diibaratkan seperti acara televisi mereka ini hanya mengadakan siaran ulang saja terhadap masalah isbal ini. Nah, siapa saja ulama yang mengharamkan dan memakruhkan atau juga yang membolehkan isbal?
Imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’iy dan imam Ahmad Bin Hanbal telah membahas hal ini. Lantas, bagaimana dengan ulama lainnya seperti Syaikhul islam Ibnu Taimiyah, imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, Syaikh Bin Bazz, imam An-Nawawi, Syaikh Utsaimin dan ulama-ulama lainnya.
Dan sebenarnya apa pula dalil-dalil yang mereka gunakan dalam masalah isbal ini. Selain itu, kitab mana saja yang membahas permasalahan ini oleh para ulama ulama kita.
Sejumlah kalangan mungkin bertanya, kenapa harus merujuk kepada aqwal ulama? Kenapa tidak langsung saja berkiblat pada Al-qur’an dan hadits nabi. Karena kita harus kembali pada Al-Qur’an dan hadist Nabi.
Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan ini mudah sekali, memang benar adanya kita harus kembali kepada Al-quran dan hadits nabi. Adapun cara yang benar untuk memahami dan kembali kepada Al-Qur’an dan hadits yaitu dengan cara mengikuti atau merujuk kepada aqwal para ulama salaf kita.
Sebab mereka adalah yang lebih paham mengenai ayat Al-quran dan hadits nabi yang jumlahnya tidak sedikit. Jadi jangan pernah berfikit jika ulama kita itu berpendapat tanpa menggunakan dalil dan tidak mengerti dalil. Karena sebenarnya mereka itu adalah orang yang paling mengerti tentang dalil-dalil dibanding dengan kita yang awam ini.
Batas Pakaian Muslim
Kewajiban seorang Muslim adalah meneladani tata hidup dan segala perkara yang dicontohkan Rasulullah SAW. Rasulullah pun telah memberikan pemahaman tentang batas-batas pakaian syar’i untuk umat Muslim. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Keadaan sarung seorang muslim sampai setengah betis, tidaklah berdosa jika memanjangkannya antara setengah betis sampai di atas mata kaki.
Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya itu di neraka.
Barangsiapa yang menarik pakaiannya sebab sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”
(HR. Abu Dawud no. 4093)